“Lima wilayah yang rawan konflik itu adalah Aceh, Lampung, Papua,
Papua Barat dan Sumatera Selatan,” kata anggota Komnas HAM, Natalius
Pigai, saat menggelar konferensi pers terkait hasil pemantauan Komnas
HAM tentang Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara Pra Pemilu
Legislatif 2014, di Sekretariat Komnas HAM, Rabu (2/4/2014).
Untuk Aceh, Natalius menjelaskan, masih banyaknya kelompok intoleran membuat gesekan serta intimidasi secara fisik. Biasanya, gesekan tersebut terjadi antarpartai politik lokal mau pun antara partai politik lokal dengan partai politik nasional. Ia mencontohkan, kasus penembakan terhadap posko pemenangan caleg Nasdem dan penembakan sebuah mobil yang terdapat foto salah seorang caleg Partai Aceh beberapa waktu lalu. Padahal, mobil tersebut berisi orang-orang yang ingin berobat, bukan oleh simpatisan partai tertentu.
Sementara untuk Lampung, ia mengatakan, potensi konflik yang terjadi tidak terlepas akibat konflik agraria yang terjadi di sana. Berdasarkan catatan Komnas HAM, dari sekitar 10 ribu warga yang menempati Register 45, hanya sekitar 1.500 warga yang telah terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT).
“Pengalaman di pemilukada, mereka hanya dimobilisasi untuk memilih calon tertentu. Jika tidak bisa, maka kepala desa wilayah tersebut akan dicopot dari pemerintahan,” katanya.
Adapun, untuk Papua dan Papua Barat, Natalius mengatakan, konflik yang mungkin timbul yaitu masih maraknya praktik pemilihan dengan perwakilan (sistem noken). Padahal, sistem tersebut dianggap sebagai pelanggaran HAM karena tidak dapat merepresentasikan sistem pemilihan yang mengedepankan asas one person, one vote dan one value.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengatakan, setiap tahapan pemilu memiliki potensi kerawanan tersendiri. Kerawanan itu akibat timbulnya rasa ketidakpuasan dari hasil pemilu, baik itu dari masyarakat, calon anggota legislatif mau pun partai politik peserta pemilu. Untuk mengantisipasinya, Polri, kata Sutarman telah melakukan persiapan pengamanan pemilu. Persiapan itu mulai dari langkah preventif, preemtif hingga represif.
Polri telah memetakan daerah-daerah yang memiliki kerawanan, baik rawan sosial maupun rawan konflik. Pemetaan tersebut, berdasarkan pengalaman Polri dalam mengamankan jalannya pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah sebelumnya.
“Ada daerah yang padat penduduk yang selama ini selalu terjadi konflik saat pemilukada, (seperti) Maluku, kemudian Sulawesi Selatan ada beberapa kabupaten, itu sudah kita petakan semua,” kata Sutarman, Rabu (8/1/2014).
Untuk Aceh, Natalius menjelaskan, masih banyaknya kelompok intoleran membuat gesekan serta intimidasi secara fisik. Biasanya, gesekan tersebut terjadi antarpartai politik lokal mau pun antara partai politik lokal dengan partai politik nasional. Ia mencontohkan, kasus penembakan terhadap posko pemenangan caleg Nasdem dan penembakan sebuah mobil yang terdapat foto salah seorang caleg Partai Aceh beberapa waktu lalu. Padahal, mobil tersebut berisi orang-orang yang ingin berobat, bukan oleh simpatisan partai tertentu.
Sementara untuk Lampung, ia mengatakan, potensi konflik yang terjadi tidak terlepas akibat konflik agraria yang terjadi di sana. Berdasarkan catatan Komnas HAM, dari sekitar 10 ribu warga yang menempati Register 45, hanya sekitar 1.500 warga yang telah terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT).
“Pengalaman di pemilukada, mereka hanya dimobilisasi untuk memilih calon tertentu. Jika tidak bisa, maka kepala desa wilayah tersebut akan dicopot dari pemerintahan,” katanya.
Adapun, untuk Papua dan Papua Barat, Natalius mengatakan, konflik yang mungkin timbul yaitu masih maraknya praktik pemilihan dengan perwakilan (sistem noken). Padahal, sistem tersebut dianggap sebagai pelanggaran HAM karena tidak dapat merepresentasikan sistem pemilihan yang mengedepankan asas one person, one vote dan one value.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengatakan, setiap tahapan pemilu memiliki potensi kerawanan tersendiri. Kerawanan itu akibat timbulnya rasa ketidakpuasan dari hasil pemilu, baik itu dari masyarakat, calon anggota legislatif mau pun partai politik peserta pemilu. Untuk mengantisipasinya, Polri, kata Sutarman telah melakukan persiapan pengamanan pemilu. Persiapan itu mulai dari langkah preventif, preemtif hingga represif.
Polri telah memetakan daerah-daerah yang memiliki kerawanan, baik rawan sosial maupun rawan konflik. Pemetaan tersebut, berdasarkan pengalaman Polri dalam mengamankan jalannya pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah sebelumnya.
“Ada daerah yang padat penduduk yang selama ini selalu terjadi konflik saat pemilukada, (seperti) Maluku, kemudian Sulawesi Selatan ada beberapa kabupaten, itu sudah kita petakan semua,” kata Sutarman, Rabu (8/1/2014).